Kamis, 31 Mei 2012


MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

Bagaimana Menerapkan MBS?
Penerapan MBS sebagai salah satu model manajemen strategik dalam sistem pengelolaan pendidikan dengan tujuan untuk mencapai peningkatan mutu pendidikan yang berstandar maka terdapat beberapa langkah strategis yang perlu sekolah lakukan:
  • Merumuskan dan menyepakati standar lulusan yang diharapkan bersama dengan indikator dan target yang jelas yang merujuk pada standar nasional pendidikan.
  • Menetapkan strategi yang akan sekolah terapkan untuk menghasilkan lulusan yang diharapkan dan relevansinya dengan peningkatan kebutuhan kurikulum, kompetensi  pendidik, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, dan pembiayaan.
  • Meningkatan daya dukung informasi dengan cara memindai kekuatan, kelemahan lingkungan internal serta memindai peluang dan ancaman lingkungan eksternal. Penyediaan informasi yang tepat dan terpercaya merupakan bagian penting dalam menunjang sukses pengambilan keputusan.
  • Meningkatkan efektivitas komunikasi pihak internal dan  eksternal sekolah dalam upaya meningkatkan pemahaman mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing, serta dalam membangun dan mengembangkan kerja sama memberikan pelayanan pendidikan secara optimal kepada  siswa.
  • Meningkatkan daya kolaborasi sekolah dalam menerapkan keputusan bersama ini sebagai bagian dari upaya melibatkan seluruh warga sekolah agar memiliki daya partisipasi yang kuat untuk mengubah kebijakan menjadi aksi.
Dalam upaya peningkatan mutu MBS sekolah perlu meningkatkan standar pengelolaan untuk mendapatkan (1) visi dan misi sekolah yang diputuskan bersama. (2) menetapkan tujuan terutama merumuskan indikator dan target mutu lulusan (3) menetapkan strategi yang melibatkan semua pihak untuk mewujudkan tujuan yang sekolah harapkan yang berporos pada meningkatkan mutu lulusan (4) Menetapkan kebijakan dan program peningkatan mutu lulusan dengan menerapkan delapan standar nasional pendidikan sebagai rujukan mutu termasuk di dalamnya penetapan anggaran untuk menyediakan akses dan kecukupan standar serta menetapkan keunggulan yang mungkin sekolah wujudkan. Sekolah yang efektif memiliki dokumen program yang telah disepakati bersama  dan semua pihak yang terlibat memahami tugas masing-masing.
  • Melaksanakan kegiatan sesuai dengan program sesuai dengan standar, melaksanakan anggaran sesuai dengan yang disepakati, memanfaatkan seluruh sumber daya secara efektif dan efisien, dan memastikan bahwa seluruh tahap kegiatan yang dilaksanakan seusai dengan rencana.
  • Sekolah memastikan bahwa proses penyelenggaraan sekolah mengarah pada tercapainya tujuan dengan indikator dan target yang telah ditetapkan bersama. Sekolah juga melakukan studi bersama yang melibatkan seluruh unsur yang bertanggung jawab untuk meningkatkan penjaminan bahwa penyelenggaraan sekolah mencapai target yang diharapkan. Fokus utama penjaminan mutu adalah terselenggaranya pembelajaran dan pengelolaan secara efektif.
  • Melaksanakan kontrol sesuai dengan hasil kesepakatan bersama dan mengolah hasil evaluasi sebagai bahan perbaikan selanjutnya.
Untuk mendukung efektifnya empat tahap kegiatan itu perlu memperhatikan dengan sungguh-sungguh tentang beberapa hal berikut :
  • Mendeskripsikan lulusan dengan indikator yang jelas yang diikuti dengan indentifikasi kebutuhan kurikulum, kompetensi pendidik, sarana, biaya, dan sistem pengelolaan.
  • Meningkatkan keberdayaan sekolah dalam mengembangkan sistem informasi sebagai bahan pengambilan keputusan.
  • Menyediakan  infomasi yang perlu dipahami oleh seluruh anggota komunitas agar tiap orang dipastikan dapat melaksanakan tugasnya secara optimal.
  • Meningkatkan kegiatan sosialisasi program sehingga semua pihak dipastikan mendapatkan informasi secara transparan dan akuntabel.
  • Meningkatkan kekerapan dan kedalaman  komunikasi baik secara langsung maupun komunikasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
  • Mengembangkan tim pengembang mutu yang akan mengimplementasikan kegiatan yang melibatkan pihak internal dan eksternal.
  • Mempersiapkan instrumen pengukuran pencapaian kinerja baik terhadap proses maupun hasil dengan indikator yang transparan sehingga semua pihak memahami betul ukuran keberhasilan yang disepakati.
  • Melaksanakan pertemuan mengembangakan  rencana kegiatan, evaluasi kegiatan, dan evaluasi hasil.
  • Menyusun pertanggung jawaban program secara transparan dan akuntabel.
  • Melakukan perbaikan berkelanjutan.


MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
MBS merupakan model aplikasi manajemen institusional yang mengintegrasikan  seluruh sumber  internal dan eksternal  dengan lebih menekankan pada pentingnya menetapkan kebijakan melalui  perluasan otonomi sekolah.  Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan dalam rangka mencapai tujuan. Spesifikasinya berkenaan dengan visi, misi, dan tujuan yang dikemas dalam pengembangan kebijakan dan perencanaan (Wikipedia, 2009)  
MBS juga merupakan salah satu model manajemen strategik. Hal ini berarti meningkatkan pencapaian tujuan melalui  pengerahan sumber daya internal dan eksternal. Menurut Thomas Wheelen dan J. David Hunger (1995), empat langkah utama dalam menerapkan perencanaan strategik yaitu (1) memindai lingkungan internal dan eksternal (2) merumuskan strategi yang meliputi perumusan visi-misi, tujuan organisasi, strategi, dan kebijakan (3) implementasi strategi meliputi penyusunan progaram, penyusunan anggaran, dan penetapan prosedur (4) mengontrol dan mengevaluasi kinerja.
MBS merupakan salah satu strategik meningkatkan keunggulan sekolah dalam mencapai tujuan melalui usaha mengintegrasikan seluruh kekuatan internal dan eksternal. Pengintegrasian sumber daya dilakukan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi atau kontrol. Strategi penerapannya dikembangkan dengan didasari asas keterbukaan informasi atau transparansi, meningkatkan partisipasi, kolaborasi, dan akuntabilitas.
Tantangan praktisnya adalah bagaimana sekolah meningkatkan efektivitas kinerja secara kolaboratif  melalui pembagian tugas yang jelas antara sekolah dan orang tua siswa yang didukung dengan sistem distribusi informasi, menghimpun informasi dan memilih banyak alternatif gagasan dari banyak pihak untuk mengembangkan mutu kebijakan melalui keputusan bersama.  Pelaksanaannya selalu berlandaskan  usaha meningkatkan partisipasi dan kolaborasi pada perencanaan, pelaksanaan kegiatan sehari-hari, meningkatkan penjaminan mutu sehingga pelayanan sekolah dapat memenuhi kepuasan konsumen.
Dalam menunjang keberhasilannya, MBS memerlukan banyak waktu dan tenaga yang diperlukan pihak eksternal untuk terlibat dalam banyak aktivitas sekolah.  Hal ini menjadi salah satu kendala. Tingkat pemahaman orang tua tentang bagaimana seharusnya berperan juga menjadi kendala lain sehingga partisipasi dan kolaborasi orang tua sulit diwujudkan. Karena itu, pada tahap awal penerapan MBS di Indonesia lebih berkonsentrasi pada bagaimana orang tua berpartisipasi secara finansial dibandingkan pada aspek eduktif.
Tujuan Penerapan MBS
MBS bertujuan untuk meningkatkan keunggulan sekolah melalui pengambilan keputusan bersama. Fokus kajiannya adalah bagaimana memberikan pelayanan belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa,  memenuhi kriteria yang sesuai dengan harapan orang tua siswa serta harapan sekolah dalam membangun keunggulan kompetitif dengan sekolah sejenis.
Tujuan SMA adalah melayani siswa agar dapat melanjutkan ke perguruan tinggi dan dapat memenuhi syarat kompetensi untuk dapat hidup mandiri. Siswa memiliki kompetensi sehingga dapat hidup dengan mangandalkan potensi dirinya secara kompetitif. Mutu sekolah ditentukan oleh seberapa besar daya sekolah untuk mewujudkan mutu lulusan sesuai dengan syarat yang ditentukan bersama. Hal ini sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh Edward Sallis bahwa mutu adalah memenuhi kriteria yang dipersyaratkan.
Kejelasan tujuan merupakan prasyarat efektifnya sekolah. Kriteria mutu  yang digambarkan dengan sejumlah kriteria pencapaian tujuan dengan indikator yang jelas menjadi bagian penting yang perlu sekolah rumuskan.
Keuntungan dengan memperjelas indikator dan kriteria mutu pada pencaian tujuan akan memandu sekolah memformulasikan strategi, mengimplementasikan strategi dan mengukur pencapaian kinerja.
Tujuan MBS adalah meningkatkan mutu keputusan untuk mencapai tujuan. Oleh karena, dalam pelaksanaan MBS memerlukan tujuan yang hendak dicapai secara jelas, jelas  indikatornya, jelas kriteria pencapaiannya agar keputusan lebih terarah.
Lebih dari itu dengan proses pengambilan keputusan bersama harus sesuai dengan kepentingan siswa belajar.  Dilihat dari sisi standardisasi, maka penerapan MBS berarti meningkatkan standar kinerja belajar siswa  melalu pengambilan keputusan bersama, meningkatkan partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, dan meningkatkan kontrol dan evaluasi agar lebih akuntabel.  Menyepakati profil hasil belajar yang diharapkan bersama merupakan dasar penting dalam melaksanakan MBS.
Partisipasi seluruh pemangku kepentingan berarti meningkatkan daya dukung bersama untuk meningkatkan mutu lulusan melalui peningkatan mutu pelayanan belajar dengan standar yang sesuai dengan harapan orang tua siswa yang ditetapkan menjadi target sekolah.
Manfaat Memiliki Tujuan Yang Jelas
Keuntungan dengan memperjelas indikator dan kriteria mutu pada pencapaian tujuan akan memandu sekolah memformulasikan strategi, mengimplementasikan strategi dan mengukur pencapaian kinerja.
Tujuan MBS adalah mengambil keputusan bersama untuk memperjelas tujuan, indikator, dan kriteria mutu yang ditetapkan sehingga  memiliki keunggulan yang kompetitif karena keputusan akan sesuai dengan kebutuhan pengembangan potensi dan prestasi siswa pada tingkat satuan pendidikan.
Dengan demikian partisipasi orang tua siswa dalam bentuk biaya merupakan bagian dari peningkatan standar mutu pengelolaan sekolah, yang lebih penting dari itu ialah bagaimana orang tua berperan dalam meningkatkan potensi peserta didik agar menjadi lulusan yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan harapan bersama.

Minggu, 20 Mei 2012

KODE ETIK KONSELOR

                                        
                                            KODE ETIK KONSELOR INDONESIA


BAB I

PENDAHULUAN


Dasar/Landasan

Landasan Kode Etik Konselor adalah (a) Pancasila, mengingat bahwa profesi konseling merupakan usaha layanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara yang bertanggung jawab. (b) tuntutan profesi, mengacu kepada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

                                                                         BAB II


KUALIFIKASI DAN KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR


A.    Kualifikasi

Konselor harus memiliki (1) nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan dalam bidang profesi konseling, dan (2) pengakuan atas kewenangannya sebagai konselor.

B.     Kegiatan Profesional Konselor

  1. Nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan
a.   Agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya, konselor harus terus menerus berusaha menguasai dirinya. Ia harus mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri yang dapat mempengaruhi  hubungannya dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya mutu layanan profesional seerta merugikan klien.
b.  Dalam melakukan tugasnya membantu klien, konselor harus memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercayajujur, tertib, dan hormat.
c.    Konselor harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan-rekan seprofesi dalam hubungannya dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana diatur dalam Kode Etik ini.
d.  Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus mengusahakan mutu kerja yang setinggi mungkin. Untuk itu ia harus tampil menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan atas dasar kaidah-kaidah ilmiah.

  1. Pengakuan kewenangan
Untuk dapat bekerja sebagai konselor, diperlukan pengakuan, keahlian, kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yang diberikan kepadanya oleh pemerintah.

  1. Kegiatan Profesional
a.   Penyimpanan dan penggunaan informasi
Catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil wawancara, testing, surat-menyurat, perekaman, dan data lain, semua merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan klien. Penggunaan data/informasi untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor dimungkinkan sepanjang identitas dirahasiakan. Penyampaian informasi mengenai klien kepada keluarga atau kepada anggota profesi lain, membutuhkan perseetujuan klien atau yang lain dapat dibenarkan asalkan untuk kepentingan klien dan tidak merugikan klien.
b.  Keterangan mengenai mengenai bahan profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
c.   Kewajiban konselor untuk menangani klien berlangsung selama ada kesempatan antara klien dengan konselor. Kewajiban berakhir jika hubungan konseling berakhir, klien mengakhiri hubungan kerja atau konselor tidak lagi bertugas sebagai konselor.

  1. Testing
a.   Suatu jenis tes hanya diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa dirinya apakah ia mempunyai wewenang yang dimaksud.
b.  Testing diperlukan bila dibutuhkan data tentang sifat atau ciri kepribadian yang menuntut adanya perbandingan dengan ssampel yang lebih luas, misalnya taraf intelegensia, minat, bakat khusus, dan kecenderungan dalam pribadi seseorang.
c.   Data yang diperlukan dari hasil testing itu harus diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri atau dari sumber lain.
d.  Data hasil testing harus diperlakukan setaraf data dan informasi lain tentang klien.
e.   Konselor harus memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes dan apa hubungannya dengan masalahnya. Hasilnya harus disampaikan dengan klien dengan disertai penjelasan tentang arti dan kegunaannya.
f.   Hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh pihak lain yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada klien dan tidak merugikan klien.
g.   Pemberian suatu jenis tes harus mengikuti pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes yang berlakukan.

  1. Riset
a.   Dalam melakukan riset, di mana tersangkut manusia dengan masalahnya sebagai subyek, harus dihindari hal-hal yang dapat merugikan subyek yang bersangkutan.
b.  Dalam melakukan hasil riset di mana tersangkut klien sebagai subyek, harus dijaga agar identitas subyek dirahasiakan.

  1. Layanan Individual : Hubungan dengan Klien
a.   Konselor harus menghormati harkat pribadi, integritas dan keyakinan klien.
b.  Konselor harus menempatkan kliennya di atas kepentingan pribadinya. Demikianpun dia tidak boleh memberikan layanan bantuan di luar bidang pendidikan, pengalaman, dan kemampuan yang dimilikinya.
c.   Dalam menjalankan tugasnya, konselor tidak mengadakan pembedaan atas dasar suku, bangsa, warna kulit, kepercayaan atau status sosial ekonomi.
d.  Konselor tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan kepada seseorang dan tidak boleh mencampuri urusan pribadi orang lain tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e.   Konselor boleh memilih siapa yang akan diberi bantuan, akan tetapi dia harus memperhatikan setiap setiap permintaan bantuan, lebih-lebih dalam keadaan darurat atau apabila banya orang yang menghendaki.
f.   Kalau konselor sudah turun tangan membantu seseorang, maka dia tidak akan melalaikan klien tersebut, walinya atau orang yang bertanggung jawab padanya.
g.   Konselor harus menjelaskan kepada klien sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing, khususnya sejauhmana  dia memikul tanggung jawab terhadap klien.
h.  Hubungan konselor mengandung kesetiaan ganda kepada klien, masyarakat, atasan, dan rekan-rekan sejawat. Apabila timbul masalah dalam soal kesetiaan ini, maka harus diperhatikan kepentingan pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai konselor. Dalam hal ini terutama sekali harus diperhatikan ialah kepentingan klien.
i.    Apabila timbul masalah antara kesetiaan kepada klien dan lembaga tempat konselor bekerja, maka konselor harus menyampaikan situasinya kepada klien dan atasannya. Dalam hal ini klien harus diminta untuk mengambil keputusan apakah dia ingin meneruskan hubungan konseling dengannya.
j.    Konselor tidak akan memberikan bantuan profesional kepada sanak keluarga, teman-teman karibnya, sehingga hubungan profesional dengan orang-orang tersebut mungkin dapat terancam oleh kaburnya peranan masing-masing.
k.  Klien sepenuhnya berhak untuk mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai suatu hasil yang kongkrit. Sebaliknya konselor tidak akan melanjutkan hubungan dengan klien apabila klien tidak memperoleh manfaat dari hubungan itu.

  1. Konsultasi dan Hubungan dengan Rekan atau Ahli Lainnya.
a.   Dalam rangka pemberian layanan kepada klien, kalau konselor merasa ragu-ragu tentang suatu hal, maka ia harus berkonsultasi dengan rekan-rekan selingkungan profesi. Akan tetapi, untuk itu ia harus mendapat izin terlebih dahulu dari kliennya.
b.  Konselor harus mengakhiri hubungan konseling dengan seorang klien bila pada akhirnya dia menyadari tidak dapat memberikan pertolongan kepda klien tersebut, baik karena kurangnya kemampuan/keahlian maupun keterbatasn pribadinya. Dalam hal ini konselor akan mengizinkan klien untuk berkonsultasi dengan petugas atau badan lain yang lebih ahli, atau ia akan mengirimkan kepada orang atau badan ahli tersebut, tetapi harus atas dasar persetujuan klien.
c.   Bila pengiriman disetujui klien, maka akan menjadi tanggung jawab konselor untuk menyarankan kepada klien, orang atau badan yang mempunyai keahlian tersebut.
d.  Bila konselor berpendapat klien perlu dikirim ke ahli lain, akan tetapi klien menolak kepada ahli yang disarankan oleh konselor, maka konselor mempertimbangkan apa baik buruknya kalau hubungan maru diteruskan lagi.



BAB III

HUBUNGAN KELEMBAGAAN
DAN HAK SERTAKEWAJIBAN KONSELOR

1.      Jikalau konselor bertindak sebagai konsultan pada suatu keluarga, maka harus ada pengertian dan kesepakatan yang jelas antara dia dengan pihak lembaga dan dengan klien yang menghubungi konselor di tempat lembaga itu. Sebagai seorang konsultan, konselor tetap mengikuti dasar-dasar pokok profesi dan tidak bekerja atas dasar komersial.
2.      Prinsip-prinsip yang berlaku dalam layanan individual, khususnya tentang penyimpangan serta penyebaran informasi tentang klien dan hubungan konfidensial antara konselor dengan kien, berlaku juga bila konselor bekerja dalam hubungan kelembagaan.
3.      Setiap konselor yang bekerja dalam hubungan kelembagaan turut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan peraturan kerjasama dengan pihak atasan atau bawahannya, terutama dalam rangka layanan konseling dengan menjaga rahasia pribadi yang dipercayakan kepadanya.
4.      Peraturan-peraturan kelembagaan yang diikuti oleh semua petugas dalam lembaga harus dianggap mencerminkan kebijaksanaan lembaga itu dan bukan pertimbangan pribadi. Konselor harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada atasannya. Sebaliknya dia berhak pula mendapat perlindungan dari lembaga itu dalam menjalankan profesinya.
5.      Setiap konselor yang menjadi staf sutau lembaga harus mengetahui tentang program-program yang berorientasi pada kegiatan-kegiatan dari lembaga itu dari pihak lain. Pekerjaan konselor harus dianggap sebagai sumbangan khas dalam mencapai tujuan lembaga tersebut.
6.      Jika dalam rangka pekerjaan dalam suatu lembaga, konselor tidak cocok dengan ketentuan-ketentuan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berlaku di lembaga tersebut, maka dia harus mengundurkan diri dari lembaga tersebut.
7.      Konselor yang tidak bekerja dalam hubungan kelembagaan diharapkan mentaati kode etik jalannya sebagai konselor dan berhak untuk mendapat dukungan serta perlindungan dari rekan-rekan seprofesi.
8.      Kalau konselor merasa perlu untuk melaporkan sesuatu hal tentang klien kepada pihak lain (misalnya pimpinan badan tempat ia bekerja), atau kalau ia diminta keterangan tentang klien oleh petugas suatu badan di luar profesinya, dan ia harus juga memberikan informasi itu, maka dalam memberikan informasi tersebut harus sebijaksana mungkin dengan berpedoman pada pegangan bahwa dengan berbuat begitu klien tetap dilindungi dan tidak dirugikan.
9.      Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya untuk maksud mencari keuntungan pribadi atau maksud-maksud lain yang dapat merugikan klien, atau menerima komisi atau balas jasa dalam bentuk yang kurang wajar.
10.  Konselor harus selalu mengkaji tingkah laku dan perbuatannya apakah tidak melanggar kode etik ini.


ABKIN PERSONALITY GURU PEMBIMBING

Modal dasar sebagai ciri personal yang harus dimiliki oleh guru pembimbing diantaranya adalah :

1.      Berwawasan luas
Memiliki pandangan dan pengetahuan yang luas terutama tentang perkembangan peserta didik pada usia sekolahnya, perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi/kesenian dan proses pembelajarannya, serta pengaruh lingkungan dan modernisasi terhadap peserta didik.

2.      Menyayangi anak
Memiliki kasih sayang yang mendalam terhadap peserta didik, rasa kasih sayan ini ditampilkan oleh guru pembimbing benar-benar dari hati sanubarinya (tidak berpura-pura atau dibuat-buat) sehingga peserta didik secara langsung merasakan kasih sayang itu.

3.      Sabar dan bijaksana
Tidak mudah marah dan/atau mengambil tindakan keras dan emosional yang merugikan peserta didik serta tidak sesuai dengan kepentingan perkembangan mereka. Segala tindakan yang diambil oleh guru pembimbing didasarkan pada pertimbangan yang matang.

4.      Lembut dan baik hati
Tutur kata dan tindakan guru pembimbing selalu mengenakkan hati, hangat dan suka menolong.

5.      Tekun dan teliti
Guru pembimbing stia mengikuti tingkah laku dan perkembangan peserta didik sehari-hari dari waktu ke waktu, dengan memperhatikan berbagai aspek yang menyertai tingkah dan perkembangan tersebut.

6.      Menjadi contoh
Tingkah laku, pemikiran, pendapat, dan ucapan-ucapan guru pembimbing tidak tercela dan mampu menarik peserta didik untuk mengikutinya dengan senang hati dan suka rela.

7.      Tanggap dan mampu mengambil tindakan
Guru pembimbing cepat memberikan perhatian terhadap yang terjadi dan/atau mungkin terjadi pada diri peserta didik, serta mengambil tindakan secara tepat untuk mengatasi dan/atau mengantisipasi yang akan terjadi dan/atau mungkin terjadi.

8.      Memahami dan bersikap positif terhadap pelayanan bimbingan dan konseling.Guru pembimbing memahami fungsi dan tujuan serta seluk beluk pelayanan bimbingan dan konseling, dan dengan senang hati berusaha sekuat tenaga melaksanakannya secara profesional sesuai dengan kepentingan dan perkembangan peserta didik.

9.      Mempunyai modal profesional.
Mencakup kemantapan wawasan, pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap dalam bidang kajian bimbingan dan konseling. Semuanya itu dapat diperoleh melalui pendidikan da/atau pelatihan khusus dalam programm bimbingan dan konseling. Dengan modal profesional tersebut, seorang guru pembimbing akan mampu secara nyata melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling menurut kaidah-kaidah keilmuannya, teknologinya, dan kode etik profesionalnya.


ABKIN

KOMPETENSI GURU PEMBIMBING/KONSELOR SEKOLAH

I.           KOMPETENSI PERSONAL
1.      Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Menghayati kode etik dan proses pengambilan keputusan secara etis.
3.      Menampilkan rasa hormat terhadap keragaman individu.
4.      Menampilkan struktur nilai dan sistem keyakinan pribadi.
5.      Menampilkan keterbukaan, fleksibilitas, sikap mengasihi, dan toleran di dalam melakukan interaksi profesional yang mengarah kepada pertumbuhan dan perkembangan diri sendiri dan orang lain.
6.      Menampilkan arah diri dan otonomi kedirian yang mantap.
7.      Bertindak secara konsisten dengan sistem nilai etis pribadi dan kode etik profesional di dalam hubungan profesionalnya.
8.      Menunjukkan penampilan diri yang menarik.
9.      Mempu menyesuaikan diri secara adekuat.
10.  Memiliki kepercayaan dan keyakinan diri untuk bisa memberikan layanan bantuan.
11.  Memiliki keikhlasan dalam menyelenggarakan pelayanan.

II.        KOMPETENSI KEILMUAN


Wawasan Kependidikan dan Profesi
1.      Memiliki wawasan pedagogis dalam melaksanakan layanan profesional konseling.
2.      Memahami dengan baik landasasn-landasan keilmuan bimbingan dan konseling.
3.      Menghayati kode etik dan proses pengambilan keputusan secara etis.
4.      Mengetahui dengan baik standar dan prosedur legal yang relevan dengan setting kerjanya.
5.      Aktif melakukan kolaborasi profesional dan mempelajari literaturnya.
6.      Menunjukkan komitmen dan dedikasi pengembangan profesional dalam berbagai setting dan kegiatan.
7.      Menampilkan sikap open minded dan profesional dalam menghadapi permasalahan klien.
8.      Memantapkan prioritas (bidang layanan) profesionalnya.
9.      Mengorganisasikan kegiatan sebagai wujud prioritas profesionalnya.
10.  Merumuskan perannya sendiri sesuai dengan setting dan situasi kerja yang dihadapi.

Pemahaman individu dalam membangun interaksi efektif
11.  Memahami teori-teori perkembangan manusia.
12.   Mengidentifikasi komponen primer nilai-nilai orang lain.
13.  Memilahkan/membedakan wilayah struktur nilai pribadi yang tidak sejalan dengan struktur nilai kelompok yant teridentifikasi.
14.  Merespon dan berinteraksi dengan orang lain atas dasar kesadaran pikiran serta perasaan sendiri, keterbuakaan, kepekaan terhadap pikiran dan orang lain.

Konseling
15.  Menghayati dan menerapkan teori kkonseling yang telah mepribadi
16.  Mengembangkan kerangka pikir manusia efektif sejalan dengan kerangka pikir profesionalnya.
17.  Menunjukkan kecakapan mengkaji hubungan antara teori konseling, kepribadian, belajar dan asesmen psikologis.
18.  Menguasai berbgai metode dan rasionel untuk mengawali proses konseling yang sesuai dengan kepedulian klien.
19.  Menyadari berbagai variabel kepribadian dirinya yang mempengaruhi proses konseling.
20.  Mengkomunikasikan kepada klien tentang masalah perkembangan perilaku.
21.  Mendiskripsikan proses konseling yang dapat dipahami klien.
22.  Menyatakan kembali masalah klien dalam cara yang akurat dan dapat diterima klien.
23.  Memilih dan melakukan kemungkinan tindakan berikut dalam menghadapi klien :
§  Melanjutkan dan memilih strategi konseling tertentu.
§  Merujuk kepada sumber-sumber nonkonseling.
§  Merujuk kepada konselor lain.
§  Mengakhiri konseling.
24.  Menerapkan prinsip-prinsip belajar dalam mengembangkan situasi belajar untuk klien tertentu.
25.  Menunjukkan arah tindakan dalam menghadapi masalah resistensi, permusuhan, dependensi, keengganan klien.
26.  Menerapkan gaya konseling yang menyenangkan dalam menghadapi klien tertentu.
27.  Mempertahankan pendekatan konseling pilihannya atas dasar pengalaman dan pengetahuannya sendiri.
28.  Merespon secara tepat ekspresi perasaan klien.

Konteks multikultural dalam konseling
29.  Memahami dan menyadari kekuatan konteks kultural dalam proses konseling.
30.  Mengidentifikasi dinamika psikologis (motivasi, kecemasan, orientasi nilai) dalam berbagai kontkeks subkultural.
31.  Mendeskripsikan dinamika sosiologis dalam berbagai konteks subkultural (keluarga, tradisi, bahasa, agama).
32.  Mengokohkan hubunga antar pribadi secara profesional dalam berbagai konteks subkultural.
33.  Memahami implikasi isu-isu sosial masa kini terhadap klien.
34.  Menampilkan sikap open minded dan profesional dalam menghadapi kepedulian dan konflik sosial.
35.  Mengintervensi sistem sosial dalam perannya sebagai agen perubahan.
36.  Menunjukkan kesadaran akan pengaruh faktor gender dalam pelayanan profesionalnya.
37.  Secara kritis menguji kekuatan dan kelemahan teknik dan metode konseling yang dilakukannya.
38.  Menyadari kesulitan dalam menghasapi isu-isu sosial.

Asesmen lingkungan
39.  Terampil menghimpun, dan menganalisi data/informasi individu.
40.  Mengakses faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap perkembangan kesehatan mental.
41.  Memberi pengaruh terhadap kebijakan dan prosedur kelembagaan yang dapat menumbuhkna kesempatan bagi para anggotanya.
42.  Memahami organisasi formal dan informal dalam berbagai pola sistem sosial.
43.  Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan sistem sosial yang perlu diperbaiki.
44.  Mendeskripsikan hal-hal perkembangan yang relevan dengan masalah konseling individu.
45.  Mendeskripsikan dampak interaktif berbagai masalah perkembangan di dalam proses kelompok.

Asesmen individual
46.  Mengidentifikasi secara tepat kriteria dan sumber instrumen asesmen untuk pengukuran kelompok dan individual.
47.  Mengidentifikasi tes bakat, prestasi, kepribadian yang cocok untuk kepentingan sekolah dan lembaga lain sesuai dengan individu atau populasi yang akan dilayani.
48.  Mengembangkan instrumen asesmen untuk kepentingan pemahaman individu dalam konteks layanan bimbingan dan konseling.
49.  Menampilakn kecakapan mengadministrasikan instrumen tes baku sesuai dengan standar pelaksanaan tes.
50.  Menganalisis, mengorganisasikan, dan mensintesiskan hasil tes yang diperoleh dari tes baku baik secara verbal maupun tertulis.
51.  Mengaitkan hasil tes dengan tujuan, aspirasi, kecakapan dalingkungan klien.
52.  Menghimpin dan mensintesiskan informasi klien dengan menggunakan teknik asesmen nontes.
Proses dan strategi kelompok
53.  Menampilkan respon berikut terhadap :
§  Pemahaman empatik terhadap ekspresi maslah perasaan anggota.
§  Meningkatkan kesadaran anggota akan perasaannya dan bagaimana perasaan itu mempengaruhi perilakunya.
§  Meningkatkan pemahaman anggota akan keadaan perasaan saat ini.
54.  Menampilkan ketepatan mengambil resiko sebagai pimpinan dan anggota kelompok dalam kelompok tertentu.
55.  Menganalisis aspek-aspek nonteknis proses kelompok dalam merespon keingintahuan anggota.
56.  Melakukan kegiatan konseling kelompok untuk menyampaikan informasi pribadi, pendidikan dan pekerjaa.
57.  Menilai secara kritis akan kekuatan dan kelemahan kepemimpinannya sendiri atas kelompok yang dibimbingnya.
58.  Memilih dan mempertahankan strategi intervensi kelompok yang dipilihnya.
59.  Mefasilitasi pertumbuhan pengambilan keputusan karir dalam berbagai kelompok usia dengan menyediakan informasi karir dan menerapkan teori perkembangan manusia.
60.  Memahami hakikat masalah ketrampilan belajar dan mengembangkan strategi yang tepat untuk penyembuhan dan pencegahan.

Layanan konsultasi dan mediasi
61.  Mendeskripsikan perilaku situasi konsultasi yang tepat dan memadai.
62.  Menyatakan rambu-rambu hubungan konsultatif.
63.  Melaporkan situasi dengan tingkatan pihak-pihak yang berkonsultasi.
64.   Menjelaskan metode atau prosedur untuk tindak lanjut perannya sebagai penyedia layanan konsultasi.

Riset dan konseling
65.  Mengidentifikasi rujukan yang bersumber pada hasil riset.
66.  Menganalisis hasil riset konseling, mengkaji hipotesis, keterbatasan dan kesimpulannya.
67.  Merancang riset, melaksanakan dan menggunakan hasilnya.
68.  Mengidentifikasi wilayah profesi konseling yang memerlukan riset untuk mendalaminya.
69.  Mengembangkan satu atau dua alternatif rancangan riset yang akan diterapkan dalam pemecahan masalah.
70.  Mengembangkan strategi riset-riset yang relevan untuk pengembangan diri, profesi, dan keberfungsian peran.
71.  Menterjemahkan/memanfaatkan hasil riset kedalam implikasi “praktis”.

Pemanfaatan teknologi informasi dalam konseling
72.  Memanfaatkan teknologi informasi sebagai sumber informasi bagi pengembangan diri dan kemampuan profesional.
73.  Terampil menggunakan perangkat teknologi informasi untuk layanan bimbingan dan konseling.
74.  Memanfaatkan teknologi informasi untuk layanan dan pengembangan profesionalnya dengan berpegang kepada standar etik.
75.  Mengkomunikasikan prosedur dan langkah kerja yang dipilihnya kepada klien atau populasi layanannya.

Manajemen dan sistem pendukung
76.  Mampu merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan menindaklanjuti layanan bimbingan dan konseling.
77.  Mengorganisasikan dan mengalokasikan sumber daya (resources) bagi perkembangan individu.
78.  Merancang program pembelajaran dan pelatihan staf.
79.  Terampil mengajar dan melatih staf lain dalam konteks layanan profesinya.
80.  Mensupervisi dan mengevaluasi program pengajaran/pelatihan.
81.  Mampu memenej pekerjaan dan prosedur kerja.
82.  Mensupervisi dan mengevaluasi program layanan bimbingan dan konseling.
83.  Melaporkan proses dan layanan bimbingan dan konseling.

III.     KOMPETENSI SOSIAL

1.      Berkomunikasi efektif dalam interaksi dengan pihak terkait dengan layanan bimbingan dan konseling.
2.      Mengembangkan interaksi produktif.
3.      Mengembangkan, mengokohkan dan memelihara hubungan kolaboratif dengan pihak terkait dengan layanan bimbingan dan konseling.
4.      Memiliki kemampuan memahami orang lain.
5.      Mengembangkan hubungan dan jaringan kerja (net work) dengan berbgai pihak terkait.
6.      Memanifestasikan kepekaan dan toleransi terhadap perasaan manusia dalam berbagai setting interaksi.


MGP BK SMA/MA
KABUPATEN KULON PROGO